Saat bulan-bulan awal di bangku SPG, aku kerap dijadikan gurauan dan bahkan ejekan oleh beberapa teman dan kakak kelasku. Menurut mereka, aku ini terlalu kecil jika akan menjadi guru nantinya, dan akan dijadikan mainan oleh murid-muridku. Memang, jika dibandingkan dengan teman-teman sebayaku, saat itu aku termasuk kecil. Berat badanku saat masuk SPG sekira 37,5 kg, sedang tinggi badanku 145 cm. Gurauan ini sering membuat aku uring-uringan dan terkadang tak bisa tidur. Aku berpikir, jangan-jangan apa yang mereka katakan benar dan aku menjadi mainan murid-muridku saat aku mengajar nantinya. Siang-malam aku memikirkan ini, sampai suatu ketika aku hampir saja benar-benar memutuskan untuk berhenti sekolah dan kembali ke kampungku.
Setelah melewati berbagai pertimbangan, Tuhan akhirnya memberikan sinar terangnya sehingga aku mengurungkan niatku untuk berhenti sekolah. Aku tidak ingin mengecewakan banyak orang, terutama orang tua dan guru-guruku di SD dulu, yang dengan semangatnya menginginkan aku agar melanjutkan sekolahku setinggi-tingginya. Sejak memasuki semester 2, aku mulai rajin bergelayut di pintu kamarkostku, agar aku bisa sedikit bertambah tinggi; serta mulai makan agak banyak agar berat badanku bertambah pula. Aku tidak peduli lagi apakah aku akan menjadi guru atau tidak nantinya. Yang terpenting bagiku saat itu adalah menamatkan dan memiliki ijasah sekolah menengah atas.
Aku mulai memfokuskan pikiran dan waktuku ke 2 mata pelajaran saja, yaitu Matematika dan Bahasa Inggris. Aku mengurangi perhatianku ke bidang-bidang yang aku anggap tidak begitu penting, seperti Pedagogik, Didaktik Metodik, Psikologi, PKK, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Bali. Setiap hari aku meluangkan waktu cukup banyak untuk menguasai 2 bidang ini saja.
Untuk matematika, aku mulai membaca buku ensiklopedia Matematika yang aku pinjam dari perpustakaan sekolah dan melatih sendiri semua rumus-rumus yang ada di buku itu. Aku ingin menguasai Matematika secara menyeluruh, karena menurutku Matematika merupakan ilmu dasar yang sangat penting agar bisa menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi lainnya.
Dan untuk Bahasa Inggris, aku ingin paling tidak setamat SPG, aku bisa membaca dan mengerti buku-buku pengetahuan berbahasa Inggris yang saat itu ada beberapa di perpustakaan sekolah. Selain membaca buku Pelajaran Bahasa Inggris dari sekolah, aku berusaha mencari media lain untuk mempelajarinya. Aku tidak punya uang untuk ikut kursus dan tidak tahu juga kalau ada kursus Bahasa Inggris di Denpasar pada waktu itu.
Setelah mencari beberapa lama, akhirnya aku menemukan pelajaran Bahasa Inggris dari Radio Australia. Aku sangat senang dan membuat komitmen untuk mendengarkan dan belajar Bahasa Inggris setiap pagi pada jam 6.30 sebelum aku berangkat ke sekolah. Saat itu aku hanya memiliki sebuah radio kecil 2 band merek Senator yang aku beli dengan uang dari Nenek saat akan menamatkan pendidikan SD dulu. Radio yang juga aku bawa saat tinggal di kost sewaktu SMP di SMP Negeri Bantas. Karena kecil dan tidak dari merek terkenal, ia tidak bisa menerima siaran Radio Australia dengan jelas, maka aku menambahkan kabel agar antenanya bisa lebih tinggi. Aku menyangkutkan ujungnya di salah satu cabang pohon rambutan yang tumbuh di depan kamar kostku. Ini sedikit membantu, walaupun siaran Radio Australia masih belum begitu jelas, terutama saat langit mendung disertai kilat, petir apalagi halilintar.
Sebagai bahan bacaan pendukung, aku berusaha mencari buku English from Australia yang diterbitkan oleh penerbit Sinar Harapan Jakarta. Aku bisa membelinya di Toko Buku Bharata yang sekarang menjadi toko buku Berata di jalan Kartini Denpasar. Aku membelinya lengkap jilid I dan II. Kehadiran siaran radio dan buku-buku ini sangat membantu usahaku menguasai Bahasa Inggris. Paling tidak aku sudah sedikit paham bagaimana cara-cara membuat kalimat sederhana Bahasa Inggris dan kelaziman-kelaziman penggunaannya dalam penulisan maupun pengucapan. Dengan belajar dan berlatih sendiri secara tekun dan kontinyu, aku yakin saat aku tamat SPG, aku akan bisa membaca dan menulis Bahasa Inggris dengan baik. Sedangkan untuk berbicara dan mendengarkan, aku harus berusaha lebih banyak lagi.
Tak dapat kubayangkan, bagaimana hidupku saat ini seandainya aku tidak berusaha dengan tekun mempelajari Bahasa Inggris saat itu. Setidaknya, Bahasa Inggris telah menyelamatkanku dua kali. Pertama, saat aku tidak diterima di FKIP UNUD Singaraja. Bahasa Inggris menyelamatkanku, karena aku bisa diterima masuk di PPLP Dhyana Pura dan langsung ditempatkan di hotel Kulkul. Kedua, saat usaha propertiku bangkrut setelah berhenti bekerja di hotel. Bahasa Inggris kembali menyelamatkanku karena metode CARAKITA yang aku susun, dan aku pasang online di www.carakita.com, berhasil melunasi hutang-hutang usahaku, dan bahkan sekarang membawaku ikut menjadi pemegang saham PT Edukasi Carakita, pemilik Kursus Bahasa Inggris EC – English is Easy.
Note : Post ini awalnya saya tulis pada tanggal 23 Nopember 2015. Pada 19 Desember 2019, saham PT Edukasi Carakita sudah saya kembalikan ke pemberinya, yaitu PT Falcon Jakarta.