Kadang kala, karena pernah dikecewakan atau disakiti, kita menjadi sangat benci kepada seseorang. Tak peduli siapa orang itu. Bisa saudara, teman, istri, suami, mantan pacar, orang tua atau bahkan anak sendiri bisa membuat kita benci setengah mati. Tidak salah memang, karena benci adalah manusiawi. Tapi, apakah perasaan benci ini ada untungnya untuk kita?
Kebencian, dalam semua bentuknya tidak pernah membawa keuntungan. Yang dibawanya hanyalah kerugian yang sebenarnya tidak perlu. Kerugian yang pasti adalah tersitanya energi dan pikiran kita untuk ‘memelihara’ perasaan benci tersebut. Kebencian adalah ibarat tanaman yang tumbuh di dalam pot. Jika kita rajin menyiram dan memupuknya, ia akan cepat menjadi besar dan subur.
Energi yang kita gunakan untuk memupuk dan menyiram kebencian kita adalah energi negatif. Jika kita terus menggunakan energi ini, darah kita akan segera menjadi kotor. Pada gilirannya, semua organ tubuh kita akan mengalami gangguan dan mulai menimbulkan penyakit yang walau pada awalnya tidak kita sadari dan tidak kelihatan dari luar. Yang paling cepat terserang adalah organ ginjal dan hati kita, karena mereka bekerja keras menyaring atau menetralisir darah kotor kita menjadi bersih kembali.
Perasaan benci juga membuat kita sulit tidur serta tidak enak makan. Dua hal ini juga akan segera menyebabkan gangguan kesehatan kepada kita. Kurang tidur menyebabkan konsentrasi terganggu, kelelahan, dan stress; sedangkan tidak enak makan akan menyebabkan penyakit maag, karena lambung kita lebih sering kosong. Kita lebih baik mencegah semua penyakit-penyakit itu sebelum sempat menyerang kita. Bunuh raksasa selagi ia masih kecil.
Lantas, bagaimana menghilangkan rasa benci itu? Kembali ke tanaman dalam pot tadi. Jika kita tidak memupuk dan tidak menyiramnya, dalam waktu singkat pohon dalam pot itu akan layu dan mati dengan sendirinya. Maka, setiap perasaan benci itu timbul, segera ingatkan pikiran kita bahwa ia tidak berguna, dan tak usah disiram serta dipupuk. Jika mungkin, cabut segera dan buang jauh-jauh bagai rumput liar yang mengganggu tanaman utama kita.
Mudah diucapkan, bukan? Ya. Tapi melaksanakannya sangatlah sulit apalagi kalau kita sudah terlanjur terbakar oleh api kebencian kita. Kita memerlukan latihan yang teratur serta waktu yang lama untuk membuang kebencian itu dari pikiran kita. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah ‘belajar memaafkan.’ Bagaimana caranya?
Pertama, mulailah berimajinasi. Bayangkan kalau kita adalah orang yang kita benci itu. Kalau kita menjadi dia, apakah kita juga melakukan hal yang sama dengan yang ia lakukan kepada kita. Kalau jawabannya ya, maka kita akan tahu mengapa ia melakukan hal itu kepada kita. Banyak hal yang menyebabkan orang lain berlaku tidak baik kepada kita. Beberapa diantaranya disebabkan oleh kita sendiri, kesombongan kita, ucapan-ucapan kita, atau tingkah laku kita lainnya.
Kedua, sadari bahwa apa yang terjadi pada kita adalah hal yang memang harus terjadi pada kita saat itu. Kita tak bisa menyalahkan orang lain atas apa yang kita alami. Alam memang telah mengatur hal-hal yang harus terjadi pada kita pada saatnya yang tepat. Kita harus bisa menerimanya, tanpa harus menyalahkan orang lain, maupun diri kita sendiri.
Ketiga, coba ambil sisi baik dari apa yang terjadi pada kita yang menurut kita disebabkan oleh orang yang kita benci itu. Misalnya kita selalu dimarahi oleh ibu tiri kita. Sisi baiknya adalah kita akan menjadi lebih dewasa dan lebih bisa mandiri. Kalau kita diputusin oleh pacar kita, sisi baiknya mungkin agar kita bisa punya pengalaman dengan orang lain selain dirinya, yang mungkin saja lebih baik dari dia.
Keempat, kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa mengubah pikiran orang lain agar sama dengan pikiran kita, walaupun orang lain itu adalah anak kita sendiri misalnya. Setiap manusia membawa pikirannya masing-masing. Memaksakan pikiran kita agar diikuti oleh orang lain, hanya akan membuat kita kecewa dan benci pada akhirnya.
Kelima, mulai doakan orang yang kita benci itu agar mendapatkan keselamatan dan hidup yang lebih baik. Doakan pula agar ia menyadari kekeliruannya dan agar Tuhan memaafkan kesalahannya.
Bagaimana kita bisa tahu kalau kita sudah berhasil memaafkan secara tulus dan sepenuh hati? Kita bisa mengujinya dalam hati kita. Jika hati kita sudah terasa damai, dan perut kita terasa lega, maka dapat dipastikan kita telah berhasil memaafkan orang yang kita benci itu. Jika ia mulai tumbuh lagi, segera lakukan kembali langkah-langkah di atas, dan usir perasaan benci secepatnya dari pikiran dan perasaan kita. Ingatlah selalu bahwa “memaafkan adalah memang obat yang paling mujarab.”