Apakah Anda pernah membayangkan Bali tanpa sawah? Saya sangat yakin tidak lama lagi, sawah-sawah akan benar-benar menghilang dari pulau Dewata ini. Apa sebabnya? Karena upaya mempertahankan keberadaannya memang nyaris tidak ada. Ini terlihat dari begitu mudahnya mendapatkan perijinan alih fungsi sawah-sawah produktif menjadi kompleks perumahan, villa dan hotel. Ini terjadi hampir merata di seluruh kabupaten di Bali.
Bagaimana jadinya jika Bali tanpa sawah? Secara umum memang tidak akan banyak pengaruhnya. Namun taksu Bali (baca : Hindu) akan segera menghilang seiring menghilangnya sawah-sawah itu. Ini karena karakter Bali tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan pertanian yang menempatkan sawah sebagai pilar utamanya. Sawah bagi orang Bali adalah Ibu yang memberi makan dan kehidupan.
Bagaimana cara mempertahankan sawah-sawah itu? Yang paling radikal adalah pemerintah membeli semua sawah yang ditawarkan untuk dijual, kemudian menjadikannya jalur hijau dengan fungsi sebagai sawah abadi. Uangnya dari mana? Bisa dari mana saja, APBD atau donatur dari orang yang peduli akan kelestarian alam Bali. Dan dengan cara ini, harga tanah sawah akan otomatis menurun drastis, karena tidak ada lagi yang berspekulasi untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek dengan menawarkan sawah sebagai sarana investasi.
Terus, bagaimana dengan lahan perumahan, villa, dan hotel yang dibutuhkan masyarakat yang semakin bertambah populasinya? Yang paling mungkin adalah dengan mengijinkan bangunan vertikal dengan ketinggian tidak terbatas di daerah-daerah yang sudah ada bangunannya saat ini. Apakah hal ini tidak mengurangi kesucian Bali karena orang tinggal di tempat yang lebih tinggi daripada pura-pura atau sanggah-sanggah orang Bali? Menurut saya, kesucian ada di dalam hati.
Sekarang pilihannya ada 2, mengijinkan sawah-sawah itu menghilang atau menerima perkembangan jaman dengan membangun ke atas, bukan ke samping………