Sewaktu kelas 3 di SPGN Denpasar, aku menerima beasiswa Supersemar yang jumlahnya kalau tak salah Rp 198.000 (Rp 16.500 x 12 bulan). Beasiswa untuk kelas 3 ini sebenarnya diberikan per bulan, namun sekolah membijaksanai untuk menyimpannya terlebih dahulu dan membagikannya setelah aku menamatkan sekolah. Aku pernah berpikir kalau uang beasiswa dibagikan, akan aku belikan sebuah mesin ketik, agar aku bisa menulis dan mengirimkannya ke penerbit surat kabar atau majalah.
Dilema bagiku saat uang itu dibagikan, antara membeli mesin ketik yang sudah aku idamkan sejak lama, atau mendaftar ke FKIP Unud Singaraja. Setelah melalui perenungan beberapa lama, akhirnya aku putuskan menggunakan uang beasiswaku untuk membeli formulir dan membayar pendaftaran di FKIP Unud. Aku tangguhkan sementara keinginanku memiliki mesin ketik, karena aku pikir aku akan bisa menggunakan mesin ketik milik sekolah jika aku menjadi guru nantinya.
Keinginanku menjadi guru kandas, karena aku akhirnya terdampar di dunia perhotelan. Aku bersyukur, karena di hotel tempatku bekerja, tersedia sebuah (atau bahkan beberapa buah) mesin ketik yang bisa aku gunakan untuk menuliskan beberapa hal yang aku anggap menarik. Saat kerja malam, aku sering menyalin tulisan tangan yang aku buat, menggunakan mesin ketik itu. Aku sangat senang, karena tulisanku menjadi agak bersih dan rapi, namun aku tak pernah mengirimkannya ke penerbit koran atau majalah, karena aku tak yakin orang akan suka membacanya. Sampai sekarang, aku masih simpan beberapa tulisan hasil ketikan itu dalam sebuah buku album dokumentasi.
Kini, jaman mesin ketik sepertinya telah berlalu, namun membayangkan betapa aku menginginkannya saat itu, terkadang membuatku ingin membelinya saat ini. Tapi untuk apa? Kan sudah ada komputer dan laptop sebagai gantinya….