Menulis, Pentingkah?

Saya teringat teman bule saya, yang sekarang sudah berusia 72 tahun. Meskipun usianya sudah tidak muda lagi, ia masih memiliki dua kebiasaan yang bagi saya sangat penting dalam hidup kita, yaitu membaca dan menulis.

Kemanapun ia pergi, ia selalu membawa buku bacaan (baca: novel), dan ia menyediakan waktu khusus satu atau dua jam setiap hari untuk membacanya. Suatu hari, saya bertanya mengapa ia senang membaca, walaupun ia bukan seorang yang berkecimpung di dunia pendidikan. Ia mengatakan bahwa ia sudah mulai membaca buku cerita sejak ia masih di bangku Sekolah Dasar. Waktu itu ia mencontoh kedua orang tuanya, yang katanya selalu menyediakan waktu untuk membaca setiap harinya. Ia juga sangat tertarik melihat deretan buku bacaan di lemari khusus di rumahnya. Ia mengatakan bahwa tetangga, teman-teman, dan beberapa kenalannya juga melakukan hal yang sama. Saya akhirnya berkesimpulan bahwa membaca adalah sebuah kebiasaan yang sudah turun temurun di negaranya. Maka tak heran, negaranya menjadi salah satu negara maju, karena sebagian besar penduduknya gemar membaca.

Disamping kebiasaan membaca, teman saya ini juga memiliki kebiasaan menulis. Meskipun tidak menulis cerita atau novel, ia biasa menuliskan apa-apa yang ia rencanakan untuk dilakukan esok hari, minggu depan, bulan depan atau beberapa tahun mendatang. Malam hari, terkadang ia menuliskan beberapa kejadian di hari itu, kemudian memberinya komentar dan tanggapan. Sayang sekali pada jamannya belum ada “blog” seperti sekarang, jadi tulisan-tulisannya tidak tersimpan dan hilang dtelan jaman.

Di negara kita Indonesia, hanya sebagian kecil dari kita yang memiliki kebiasaan membaca, apalagi menulis. Menurut pengamatan saya, mungkin tidak melebihi satu persen dari total penduduk Indonesia yang 250-an juta itu. Mengapa bisa seperti itu? Karena memang tidak atau belum dibudayakan. Saya adalah orang yang sangat ingin budaya membaca dan menulis ini menjadi budaya kita juga. Karena itu di setiap kesempatan, saya selalu menganjurkan murid-murid saya untuk belajar menulis. Karena dengan menulis kita akan bisa mengingat dan mengahafal lebih cepat dan sekaligus menemukan ide-ide kreatif yang sangat diperlukan dalam hidup kita.

Dalam belajar Bahasa Inggris, saya menganjurkan mereka belajar dan berlatih Bahasa Inggris menggunakan sistem buku harian.

Bagaimana caranya? Setiap malam sebelum tidur, kita harus menuliskan apa-apa yang akan kita lakukan esok hari, apa-apa yang sudah kita lakukan pada hari itu, dan kalau bisa memberinya tanggapan dan komentar. Semuanya ditulis menggunakan Bahasa Inggris. Jangan khawatir tentang benar dan salah terlebih dahulu, yang penting kita menuliskannya semampu kita. Cepat atau lambat, kita akan tahu penulisan kita benar atau salah.

Dimana menulisnya? Saya sarankan menuliskannya di sebuah buku, bukan di komputer. Mengapa? Karena dengan menulis menggunakan tangan, kita akan lebih lama mengingatnya dan tidak perlu ribet jika ingin membacanya lagi.

Apakah cara ini pasti berhasil? Saya menjamin sepanjang kita melakukannya dengan kontinyu. Kontinyu artinya terus menerus setiap malam, dan tidak pernah melewatkannya dengan alasan apapun. Ketekunan (perseverance) adalah kunci utama untuk meraih kesuksesan apapun.

Apakah saya pernah melakukannya? Ya, saya sudah melakukannya dulu setamat SPG. Saya menulis setiap malam di buku harian saya menggunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia juga. Buku-buku harian itu masih saya simpan sampai sekarang. Jika sekarang membacanya, saya terkadang tertawa sendiri melihat kemampuan Bahasa Inggris saya pada waktu itu. Ada banyak hal yang seharusnya bisa saya tulis dengan lebih baik, jika kemampuan Bahasa Inggris saya sudah meningkat, baik dalam hal struktur atau tata bahasa, maupun dalam penulisan kata-kata atau vocab-nya. Saya membiarkannya tetap seperti itu dan tidak mengoreksinya. Ia adalah catatan perkembangan saya dalam belajar Bahasa Inggris.

Bagaimana dengan kebiasaan membaca? Terus terang saja, saya tidak bisa mengikuti kebiasaan teman bule saya yang menyediakan waktu membaca (novel) setiap hari. Saya lebih banyak membaca hal-hal yang berhubungan dengan hal-hal praktis seperti peningkatan kemampuan diri, cara mencari uang, cara hidup lebih mudah, cara melunasi utang dengan cepat, serta cara mencari kedamaian hati. Hanya beberapa novel saja yang bisa saya selesaikan membacanya, seperti Laskar Pelangi (4 seri), Dirty Business, Beyond the Himalayas. Ini karena saya harus realistis. Tuntutan hidup saya tidak memungkinkan saya untuk membaca hal-hal yang terlalu jauh dengan kehidupan keseharian yang harus saya perjuangkan dengan keras, bahkan sampai hari ini. Namun saya harus mengakui, bahwa kebiasaan membaca (novel) akan membawa manfaat yang sangat besar dalam hidup kita. Terutama dalam menambah wawasan dan menemukan inspirasi untuk inovasi dan peningkatan kualitas hidup dan kehidupan kita.

Eternal Freedom atau Kebebasan Abadi

Sebagian besar dari kita, termasuk penulis juga, sangat sulit menjawab pertanyaan ini sebelumnya. Hanya beberapa orang atau orang tertentu saja yang bisa mendefinisikan tujuan hidupnya dengan jelas sejak awal. Beberapa yang lainnya, mungkin termasuk anda, sedang berusaha mengungkapkannya, dan selebihnya tak peduli sama sekali.

Jika saat ini perasaan anda sedang galau, pikiran anda kacau balau, utang menumpuk dan segera jatuh tempo, istri atau suami marah-marah, anak mengunci pintu minta dibelikan motor baru, maka ada baiknya anda duduk sebentar, tarik nafas, dan mulai tanya diri anda, mengapa anda harus menghadapai semua masalah ini setiap hari.

Biasanya kita tidak bisa menjawab pertanyaan ini segera, karena ini memang pertanyaan yang sulit dijawab. Tapi meskipun sulit, pertanyaan ini harus kita carikan jawabannya.

Tujuan hidup setiap makhluk sebenarnya adalah kebebasan abadi, yaitu terlepasnya kita dari hal-hal yang berhubungan dengan keduniawian, hal-hal yang bersifat duniawi. Beberapa hal duniawi itu diantaranya : rasa senang, sedih, rasa sakit, keinginan memiliki sesuatu, keinginan menguasai, lapar, haus, puas, dan lain sebagainya.

Anda boleh tidak setuju dengan pernyataan ini, tapi penulis yakin, semakin lama anda berusaha merumuskan tujuan hidup anda, maka anda akan semakin memberikan persetujuan anda akan hal ini. Kebebasan abadi adalah api kedamaian yang tak pernah padam. Ia selalu ada dan tersedia untuk siapa saja yang mau dan ingin mencapainya.

Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah, apakah kita mungkin mencapainya dalam hidup kita ini? Kalau mungkin, bagaimana caranya? Apa yang harus kita lakukan untuk menuju ke sana? Mari kita sama-sama belajar dan saling mengisi, hingga suatu ketika nanti, kebebasan abadi itu bisa kita raih bersama.

catatan : Judul post diganti dari “Apakah Tujuan Hidup Anda?”

Awas! Uang Sama Dengan Air Laut

Uang sama dengan air laut? Tidak, saya tidak bermaksud menyamakan uang dengan air laut. Juga tidak ingin mengatakan, uang dapat dibuat dengan air laut. Yang saya maksudkan adalah kalau kita minum air laut, semakin banyak kita minum maka kita akan semakin kehausan.

Sama halnya dengan uang; semakin banyak kita miliki, maka kita akan semakin ingin memilikinya, lagi dan lagi. Sampai pada batas tertentu, kehausan memiliki uang tentu merupakan hal yang baik, bahkan sangat dianjurkan. Motivasi memiliki uang yang banyak akan membuat kita mempunyai semangat hidup yang tinggi.  Banyak uang juga memungkinkan kita untuk melakukan banyak hal berguna, baik untuk kita maupun kehidupan pada umumnya.

Tapi, jika uang yang kita miliki sudah berlebihan, dan kita tetap ingin memiliki lebih banyak lagi, atau kita tetap ingin minum lebih banyak lagi, maka selain membuat tambah haus, uang akan membawa kita tenggelam ke dasar lautan. Mengapa? Karena semakin banyak minum air laut, perut kita akan semakin besar dan semakin berat untuk bertahan di permukaan air, dan kita akan segera tenggelam.

Kita sering mendengar, bahwa kalau kita punya banyak uang, kita akan mendapatkan kebebasan finansial. Kurang lebih yang dimaksud adalah tanpa bekerja lagi, kita tetap mendapatkan penghasilan yang cukup untuk hidup kita dan keluarga kita. Kita bisa pergi ke mana saja kita mau, karena kita tidak lagi bekerja untuk uang, melainkan uang yang bekerja untuk kita. Kita akan merasa aman, tidak khawatir atau was-was kekurangan uang. Benarkah demikian?

Untuk beberapa kasus, mungkin ya. Tapi kebanyakan orang, setelah memiliki banyak uang biasanya berubah menjadi tambah haus. Ini terjadi karena keinginan-keinginan mereka terus bertambah. Mobil baru, rumah baru, atau bahkan “PIL atau WIL” pun harus baru juga. Ini membuat mereka selalu kekurangan uang, dan selalu merasa kehausan. Maka tak heran kalau semakin hari kasus korupsi semakin menjadi-jadi di negeri ini.

Uang, jika dikumpulkan dengan cara-cara yang baik, tentu merupakan berkah. Tapi jika kita mengumpulkan uang dengan menghalalkan segala cara, maka selain membuat dosa, kehausan berlebihan akan uang juga bisa membawa petaka. Pada kasus korupsi misalnya. Walaupun kita tidak tertangkap, kita tak akan pernah puas dengan uang yang kita miliki. Demikian juga dengan menipu, uang yang kita miliki akan selalu dibayangi oleh kerugian yang dialami oleh orang yang kita tipu. Kita tak akan pernah merasa berkecupukan dengan uang yang diperoleh dengan cara ini.

Bagaimana menghindari kehausan berlebihan akan uang?  Segera minum air tawar, ketika merasa sangat haus karena minum air laut. Maksudnya? Segera kembali ke tujuan hidup kita semula. Uang bukan tujuan hidup kita. Uang hanyalah sarana yang akan membuat perjalanan mencapai tujuan hidup kita lebih menyenangkan. Selamat berjuang dalam lautan pengumpulan uang, namun jangan sampai tenggelam karena minum berlebihan…..

Memaafkan, Kenapa Tidak?

Kadang kala, karena pernah dikecewakan atau disakiti, kita menjadi sangat benci kepada seseorang. Tak peduli siapa orang itu. Bisa saudara, teman, istri, suami, mantan pacar, orang tua atau bahkan anak sendiri bisa membuat kita benci setengah mati. Tidak salah memang, karena benci adalah manusiawi. Tapi, apakah perasaan benci ini ada untungnya untuk kita?

Kebencian, dalam semua bentuknya tidak pernah membawa keuntungan. Yang dibawanya hanyalah kerugian yang sebenarnya tidak perlu. Kerugian yang pasti adalah tersitanya energi dan pikiran kita untuk ‘memelihara’ perasaan benci tersebut. Kebencian adalah ibarat tanaman yang tumbuh di dalam pot. Jika kita rajin menyiram dan memupuknya, ia akan cepat menjadi besar dan subur.

Energi yang kita gunakan untuk memupuk dan menyiram kebencian kita adalah energi negatif. Jika kita terus menggunakan energi ini, darah kita akan segera menjadi kotor. Pada gilirannya, semua organ tubuh kita akan mengalami gangguan dan mulai menimbulkan penyakit yang walau pada awalnya tidak kita sadari dan tidak kelihatan dari luar. Yang paling cepat terserang adalah organ ginjal dan hati kita, karena mereka bekerja keras menyaring atau menetralisir darah kotor kita menjadi bersih kembali.

Perasaan benci juga membuat kita sulit tidur serta tidak enak makan. Dua hal ini juga akan segera menyebabkan gangguan kesehatan kepada kita. Kurang tidur menyebabkan konsentrasi terganggu, kelelahan, dan stress; sedangkan tidak enak makan akan menyebabkan penyakit maag, karena lambung kita lebih sering kosong. Kita lebih baik mencegah semua penyakit-penyakit itu sebelum sempat menyerang kita. Bunuh raksasa selagi ia masih kecil.

Lantas, bagaimana menghilangkan rasa benci itu? Kembali ke tanaman dalam pot tadi. Jika kita tidak memupuk dan tidak menyiramnya, dalam waktu singkat pohon dalam pot itu akan layu dan mati dengan sendirinya. Maka, setiap perasaan benci itu timbul, segera ingatkan pikiran kita bahwa ia tidak berguna, dan tak usah disiram serta dipupuk. Jika mungkin, cabut segera dan buang jauh-jauh bagai rumput liar yang mengganggu tanaman utama kita.

Mudah diucapkan, bukan? Ya. Tapi melaksanakannya sangatlah sulit apalagi kalau kita sudah terlanjur terbakar oleh api kebencian kita. Kita memerlukan latihan yang teratur serta waktu yang lama untuk membuang kebencian itu dari pikiran kita. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah ‘belajar memaafkan.’ Bagaimana caranya?

Pertama, mulailah berimajinasi. Bayangkan kalau kita adalah orang yang kita benci itu. Kalau kita menjadi dia, apakah kita juga melakukan hal yang sama dengan yang ia lakukan kepada kita. Kalau jawabannya ya, maka kita akan tahu mengapa ia melakukan hal itu kepada kita. Banyak hal yang menyebabkan orang lain berlaku tidak baik kepada kita. Beberapa diantaranya disebabkan oleh kita sendiri, kesombongan kita, ucapan-ucapan kita, atau tingkah laku kita lainnya.

Kedua, sadari bahwa apa yang terjadi pada kita adalah hal yang memang harus terjadi pada kita saat itu. Kita tak bisa menyalahkan orang lain atas apa yang kita alami. Alam memang telah mengatur hal-hal yang harus terjadi pada kita pada saatnya yang tepat. Kita harus bisa menerimanya, tanpa harus menyalahkan orang lain, maupun diri kita sendiri.

Ketiga, coba ambil sisi baik dari apa yang terjadi pada kita yang menurut kita disebabkan oleh orang yang kita benci itu. Misalnya kita selalu dimarahi oleh ibu tiri kita. Sisi baiknya adalah kita akan menjadi lebih dewasa dan lebih bisa mandiri. Kalau kita diputusin oleh pacar kita, sisi baiknya mungkin agar kita bisa punya pengalaman dengan orang lain selain dirinya, yang mungkin saja lebih baik dari dia.

Keempat, kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa mengubah pikiran orang lain agar sama dengan pikiran kita, walaupun orang lain itu adalah anak kita sendiri misalnya. Setiap manusia membawa pikirannya masing-masing. Memaksakan pikiran kita agar diikuti oleh orang lain, hanya akan membuat kita kecewa dan benci pada akhirnya.

Kelima, mulai doakan orang yang kita benci itu agar mendapatkan keselamatan dan hidup yang lebih baik. Doakan pula agar ia menyadari kekeliruannya dan agar Tuhan memaafkan kesalahannya.

Bagaimana kita bisa tahu kalau kita sudah berhasil memaafkan secara tulus dan sepenuh hati? Kita bisa mengujinya dalam hati kita. Jika hati kita sudah terasa damai, dan perut kita terasa lega, maka dapat dipastikan kita telah berhasil memaafkan orang yang kita benci itu. Jika ia mulai tumbuh lagi, segera lakukan kembali langkah-langkah di atas, dan usir perasaan benci secepatnya dari pikiran dan perasaan kita. Ingatlah selalu bahwa “memaafkan adalah memang obat yang paling mujarab.”

Welcome to SuadaVisi

Selamat datang di blog suadavisi.my.id.

Blog ini saya gunakan untuk menulis apa saja yang terlintas dalam pikiran saya. Saya bekerja di hotel selama sekitar 14 tahun, mengelola perusahaan properti selama 4 tahun, dan mengelola kursus Bahasa Inggris selama sekitar 14 tahun. Saya berharap apa yang saya bagikan di blog ini akan berguna bagi Anda, dan bagi kehidupan pada umumnya.